Belaka?
“Munjungan- Terjadi kasus pembunuhan dan pemerkosaan anak berusia 8 tahun putri dari seorang jaksa. Pelaku yang
merupakan seorang idiot
diduga memperkosa korban kemudian membunuhnya dengan memukul kepalanya. Kronologi
kejadian disaksikan oleh penjaga toko tas yang kemudian melaporkan tersangka kepada polisi.”
Pagi ini
seorang pengacara muda sedang bersiap menuju ke persidangan terakhir dari kasus
yang digugatnya. Entah apa yang ada di benaknya, ia terlihat khawatir dan pesimis mengenai
hasil akhir dari persidangan nanti. Seperti sidang-sidang sebelumnya, banyak
kesulitan yang harus ia lewati demi menuntaskan kasus ini. “Aku
tidak akan menyerah pada titik ini. Kebenaran harus tetap ditegakkan. Setelah
semua sidang yang melelahkan aku harap sidang ini akan menemukan titik terang.”
gumamnya. Kemudian, beberapa waktu ia tenggelam dalam lamunan pikirannya.
Sidang
perdana, 17 September 2014
“Baik
Pengacara Aliya. Silakan Anda berspekulasi mengenai kronologi kejadian itu.” ucap
hakim.
Pengacara
muda itu
kemudian duduk dan memulai ceritanya.
Hari itu awan tebal menyelimuti langit biru. Seorang lelaki idiot bersama
anak perempuannya berjalan menyusuri tepi jalan untuk mengabulkan permintaan sang anak
membeli sebuah tas sailormoon. Denting waktu terus bergulir mengantarkan
sang lelaki dan anaknya ke toko tas yang dituju.
“Aku berharap niat baikmu
untukku takkan sia-sia ayah” pikir anak itu.
Tak seperti harapan, ternyata tas yang diinginkan sang anak telah dibeli oleh seorang perempuan kecil cantik yang melintas
tepat di hadapannya. Bersama ayahnya yang memakai
jas hitam, keduanya bergegas menuju mobil berwarna silver nan mengkilat.
Terlihat sekilas wajah ayah dan anak di depan toko tas tadi dari spion
mobilnya. Ada rasa iba di benaknya pada anak miskin yang tak mengeluarkan sepatah kata pun memandangi tas yang telah lenyap bersama mobil itu.
Akhirnya si anak miskin mengajak ayahnya pulang ke rumah dengan perasaan yang
berat.
Beberapa hari berlalu, saat lelaki idiot itu melintas kembali di depan
toko tas yang sama seorang perempuan kecil turun dari sebuah mobil
mewah. Kemudian ....
“Apa Bapak yang kemarin ada di depan toko tas ini?”
Tanya anak itu dengan polosnya.
Lelaki
itu hanya menjawab dengan mengangguk.
“Bapak ingin membelikan tas yang seperti ini
untuk anak Anda?” tambahnya sambil menunjuk tas di punggungnya.
Lagi-lagi lelaki itu hanya mengangguk.
“Kalau Bapak ingin, saya mau
kasih tau tempat buat beli tas yang sama. Ayo ikut saya Pak!”
Lelaki itu hanya bisa mengikuti
anak kecil yang menggandeng tangannya.
Tak disangka-sangka, mendung telah jatuh menjadi hujan. Anak kecil dan
lelaki tadi kemudian berlari mencoba menghindari runtuhan air hujan yang
semakin deras. Tiba-tiba hal yang mengejutkan terjadi. Sesampai di depan toko
tas yang dituju, si anak kemudian terpeleset karena licinnya jalan dan
tergeletak begitu saja. Lelaki itu tampak keheranan melihat anak itu kejang-kejang.
Dia mendekat dan kemudian berusaha membantunya. Namun dari seberang, seorang
penjaga toko meneriaki lelaki itu dan menyangkanya akan memperkosa gadis kecil
itu.
“Tolong-tolong ada
pemerkosaan!!” teriak penjaga toko itu.
Tak
lama kemudian polisi datang dan membawa lelaki itu ke kantor polisi dan anak
kecil itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pertolongan pertama.
“Lalu
bagaimana dengan pengakuan tersangka bahwa ia yang melakukan pembunuhan?”
selidik hakim Dan.
“Saya
belum bisa memastikan. Itu salah satu hal yang ganjil menurut saya. Tapi ada kemungkinan
sesuatu terjadi dan membuat tersangka tidak mengungkapkan yang sebenarnya.”
Jawab pengacara.
”Instruksi
Tuan Hakim yang terhormat.” Tiba-tiba jaksa penuntut meminta waku kepada hakim
untuk berbicara.
“Adakah
bukti yang bisa menjadi penguat spekulasi Anda Pengacara Al?! Secara logika, tersangka
sudah disumpah ketika melakukan kesaksian. Ketika dia berbohong, maka ia akan
mendapatkan hukuman yang lebih. Jadi, sepertinya mustahil kebohongan itu
dilakukan oleh tersangka.” Tambahnya.
Pengacara Aliya terdiam sejenak,
lalu ....
“Pada
sidang pertama saat itu. Ayah korban dan tersangka sama-sama terlambat menuju
ke persidangan. Dan menurut info yang saya dapatkan dari teman-teman satu sel
tersangka, sehari sebelum persidangan, tersangka didatangi seseorang yang tidak
dikenal.” Jelas Pengacara Al.
“Tuan
Hakim, bisakah saya menghadirkan saksi sekarang.” Mendadak pengacara meminta
izin kepada hakim untuk menghadirkan saksi.
“Baik.
Silakan.” jawab hakim
Kemudian, masuklah seorang lelaki
paruh baya dengan menggunakan pakaian tahanan. Sebelum ia memberikan kesaksian,
ia melakukan sumpah di hadapan semua orang yang ada di pengadilan.
“Anda
bisa memulai kesaksian Anda sekarang.” Ucap hakim.
Kemudian lelaki tadi duduk di kursi
saksi dan memulai kesaksiannya.
“Kala
itu, seingat saya sehari sebelum persidangan, tersangka didatangi oleh
seseorang. Saya tidak tahu siapa orang itu. Akan tetapi dia memberikan sebuah
buku, kalau tidak salah isinya adalah materi persidangan besoknya. Saya juga
merasa heran, setelah pertemuan itu, Roni seperti ketakutan.” Jelas lelaki itu.
“Apakah
ada sesuatu yang aneh pada perilaku tersangka setelah itu?” tanya hakim.
“Saya
rasa ada. Setelah pertemuan itu, ia terus mempelajari isi buku itu dengan
semampunya. Bahkan, ia meminta kami sebagai teman satu selnya untuk membantunya
menghafal beberapa tulisan.”
“Lalu,
di mana keberadaan buku yang Anda maksudkan itu sekarang?”
“Tidak
ada yang mengetahuinya. Semuanya menghilang setelah tersangka melaksanakan eksekusi
hukuman mati.”
Semua orang terkejut mendengar
pengakuan saksi. Sedangkan kondisi persidangan semakin memanas. Muncul berbagai
petunjuk baru yang semakin menguak kebenaran yang ada. Keluarga korban mulai
melakukan protes kepada hakim hingga menyebabkan ruang sidang menjadi ricuh.
Akhirnya persidangan ditutup dengan ketuk palu sang hakim.
Sidang
kedua, 22 September 2014
Di
sidang kedua ini, pengacara menghadirkan seorang saksi yang mengaku melihat
kronologi kejadian. Dua hari sebelumnya, saksi itu menelpon pengacara dan
mengajaknya bertemu. Ia bercerita banyak kepada si pengacara tentang kejadian
kala itu. Akhirnya ia memutuskan bersedia hadir menjadi saksi di persidangan.
Di
persidangan.
“Silakan mengungkapkan kesaksian Anda.”
pinta sang hakim.
“Di saat hujan deras itu, saya sedang
berteduh di depan halte. Hari itu saya melihat lelaki dengan seorang anak kecil
berlari hendak menghindari hujan. Namun, tak disangka ketika mereka hampir
sampai di depan toko, si anak kecil terpeleset dan jatuh. Lelaki yang bersama anak itu terlihat sedikit
idiot. Dia berada di jarak yang cukup jauh dari anak itu. Lalu ia mendekat dan
berusaha membantu pernafasan anak itu.
Nah, disaat itulah ia melonggarkan celana anak kecil itu. Saya tidak melihat
kalau lelaki idiot itu akan melakukan sesuatu hal buruk pada anak itu, malah ia hendak mengangkat anak itu dan mencari pertolongan di sekitar.”
terangnya.
“Mengapa Anda tidak menolong anak
tersebut ?” Tanya sang hakim.
“Karena kondisi hujan yang sangat deras,
saya mengurungkan niat menuju TKP. Dan dari jauh saya melihat laki-laki itu
sudah menolongnya. Saya juga berpikir kalau keadaan anak itu baik-baik saja.”
Jawab saksi.
Tiba-tiba
Jaksa penuntut yang dari tadi diam kemudian angkat bicara.
“Tuan Hakim yang terhormat, perkenankanlah
saya juga akan menghadirkan saksi. Ini adalah orang yang melihat kejadian
tersebut secara langsung.” ucap si jaksa.
Seketika
seorang wanita dari bangku peserta sidang maju menuju kursi saksi. Kemudian
melakukan sumpah dan memulai kesaksiannya.
“Saya adalah penjaga toko yang
menyaksikan kejadian tersebut. Saya melihat laki-laki itu memegang batu dan
kemudian membuka baju anak itu. Dia terlihat seperti akan memerkosa anak itu.
Lalu saya meneriakinya.”
Karena saksi yang dibawa tidak mampu
memberikan bukti yang akurat, maka hakim memutuskan untuk menunda persidangan
*****
Dering
handphone membuyarkan lamunan pengacara Aliya, ternyata sudah ada 2 missedcall
dari kantornya. Seketika itu ia langsung menyadari bahwa persidangan akan
dilakukan seperempat jam lagi.
Ia
langsung bergegas menuju tempat persidangan. Ketika memasuki ruangan sidang, ia
terdiam melihat ruang sidang yang sudah dipenuhi orang. Hakim pun langsung
memulai persidangan. Hakim meminta pengacara Aliya untuk menunjukkan bukti
terakhir yaitu buku yang digunakan untuk mendoktrin tersangka agar mengakui
kejahatan yang tidak dilakukannya.
“Tuan Hakim, beberapa hari yang lalu
saya menemui seorang mantan jaksa penuntut sidang kasus 15 tahun silam. Dia
mengatakan bahwa ia mempunyai bukti yang akan membantu saya untuk memenangkan
persidangan kali ini.” ucap sang pengacara sambil mengambil barang bukti yang
dia simpan di dalam tasnya.
“Buku ini adalah skenario palsu itu.
Sehari sebelum persidangan, seseorang yang mendatangi tersangka memintanya unuk
mempelajari pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan di persidangan.
Tersangka dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan. Karena berada
di bawah tekanan mental, tersangka akhirnya memutuskan untuk mengakui hal itu.”
Jelasnya secara gamblang.
Pintu
ruang persidangan terbuka, seorang Dokter muda hadir dengan membawa sebuah map
coklat. Ia meminta izin kepada hakim untuk hadir sebagai saksi. Hal ini sangat
mengejutkan pengacara Al, pasalnya ia tidak mengenal dan tidak meminta sang
dokter hadir ke persidangan.
“Hakim yang terhormat, saya Rizki, dokter forensik yang menangani visum korban. Saya membawa data asli
hasil visum korban. Lima belas tahun lalu, Jaksa Syah meminta saya untuk memberikan hasil visum palsu sebagai barang bukti.
Tapi sebenarnya hasil visum asli menyatakan bahwa korban meninggal murni karena
kecelakaan yang menyebabkan gegar otak dan pendarahan hebat di kepala akibat
terpeleset. Selain itu, juga tidak ditemukan bekas pemerkosaan atau luka
pemukulan di sekujur tubuh. Anak itu benar-benar meninggal bukan karena dibunuh
dan diperkosa. Saya merasa bersalah karena menutupi kebenaran ini. Saya telah
menyalahi hukum dan saya menyalahi kode etik dokter yang selama ini saya
banggakan. Dengan datang ke persidangan ini, saya pun siap untuk mendapat
hukuman atas apa yang telah saya lakukan.” Jelas dokter.
Semua
pasang mata terkejut mendengar kesaksian sang dokter. Nampaknya keluarga korban
merasa tidak terima dan melakukan protes keras kepada hakim.
Sang hakim pun memberikan kesempatan kepada ayah korban untuk mengutarakan
protesnya. Namun isi dari protes yang
bertujuan untuk membela diri terkesan palsu dan malah
memojokkan dirinya sendiri. Ditambah dengan bukti-bukti dan saksi-saksi kuat
yang telah mengakui kebenaran dari pernyataan penggugat. Tetapi, ayah
korban tetap pada pendirian bodohnya menyangkal semua tuduhan
dari penggugat. Setelah melakukan debat yang cukup menguras tenaga, akhirnya
sang hakim memutuskan untuk menskors sidang. Sidang pun dilanjutkan, namun
sebelum hakim memulai sidang kembali, hal menakjubkan terjadi. Ayah
korban berdiri di depan persidangan. Tak disangka-sangka keluarlah sebuah
pernyataan yang membuat seluruh peserta persidangan menjadi terdiam karena
pengakuan dari si ayah korban bahwa ialah yang telah memaksa si idiot mengaku
sebagai pembunuh anaknya. Selain itu, ia juga mengaku
telah memanipulasi jalannya penyidikan dan persidangan dengan menyogok beberapa aparat polisi dan hakim
yang bertugas menangani kasus tersebut agar berjalan sesuai dengan
keinginannya. Dan dalam kasus ini seharusnya ada penyidikan khusus karena tersangka
adalah orang idiot. Akan tetapi dalam kasus ini ditiadakan agar memperlancar rencana si ayah
korban yang dahulunya juga seorang jaksa.
Akhirnya hakim memutuskan bahwa ayah korban bersalah dan dihukum dengan pasal yang berlapis. Yaitu pelanggaran terhadap
pasal 310 ayat 1 KUH Pidana dan PJA RI nomor: PER-067-A/JA/07/2007 pasal 4
tentang kode etik jaksa. Dia dihukum 20
tahun penjara
dan membayar denda sebesar 500 juta. Sebelum hakim
mengetok palu, pengacara Al berdiri dan berkata pada hakim.
“Tuan hakim, saya tidak ingin pelaku
dipenjara. Karena, meskipun pelaku dipenjara puluhan bahkan ratusan tahun, itu tidak akan bisa mengembalikan nyawa ayah saya. Saya hanya ingin
kebenaran ini terungkap dan saya ingin ini menjadi pelajaran bagi semua orang bahwa
hukum harus selalu ditegakkan kapan pun dan dimana pun. Saya juga sangat
menghargai sikap Jaksa Syah yang mau mengakui
kesalahannya. Terima kasih untuk semuanya.”
Persidangan hari itu pun selesai. Pengacara itu tersenyum puas dan
kemudian ia menyalami semua saksi dan hakim yang ada.
“Ayah, akhirnya aku berhasil
mengungkap kebenaran itu untukmu. Aku yakin kau pasti juga tak ingin aku
membalas keburukan pada orang lain. Aku berharap kau bahagia di sisi-Nya.” bisik pengacara itu dalam hatinya.
By : D-R-A-D-S